Cari Blog Ini

Jumat, 24 September 2021

Pengamanan Dampak Menjadi Sebuah Keniscayaan

 

                    Mengutip dari Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Safeguard Program Kotaku yang menyatakan bahwa potensi dampak lingkungan dan sosial kemungkinan terjadi dari penyelenggaraan pembangunan fisik infrastruktur tersier di kawasan kumuh, infrastruktur primer dan sekunder serta pembangunan infrastruktur pengembangan kawasan. Dilihat dari skala kegiatan, maka dampak yang mungkin ditimbulkan relatif kecil sampai sedang, bersifat lokal, dengan waktu relatif singkat dan tidak signifikan, dapat diperbaiki, atau belum pernah terjadi sebelumnya. Sebagian besar dampak yang ditimbulkan dapat diatasi dengan perencanaan teknik dan pelaksanaan manajemen konstruksi yang baik, akan tetapi beberapa kegiatan akan memerlukan Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Dampak Sosial. Maka dari itu upaya pengamanan dampak menjadi sebuah keniscayaan, namun apakah kita sudah mengaplikasikannya dalam setiap kegiatan pembangunan infrastruktur? Hal ini menjadi sebuah pertanyaan sejauh mana pelaku kegiatan telah melaksanakan petunjuk pelaksanaan safeguard dalam rangka pengamanan dampak tersebut.

 


         

           Mengamati upaya pengamanan dampak yang telah dilaksanakan dalam kegiatan skala lingkungan kegiatan padat karya Cash For Work (CFW) maupun kegiatan DFAT yang dilaksanakan di Kota Mataram Provinsi NTB, secara umum telah menjalankan safeguard sosial dan safeguard lingkungan dengan baik. Bagian dari safeguard sosial berupa dokumen legalitas lahan bagi kegiatan yang menggunakan lahan warga telah dilengkapi berupa surat izin pakai beserta lampirannya. Masa izin pakai penggunaan lahan untuk pembangunan infrastruktur untuk keperluan umum selama minimal 15 tahun diberikan oleh pemilik lahan, diketahui oleh ahli waris dan para saksi disampaikan kepada Lurah dengan lampiran foto kopi pihak-pihak dan lampiran bukti kepemilikan tanah yang sah. Begitu juga penggunaan lahan milik pemerintah/lahan eksisting dengan membuat surat keterangan milik umum dengan dilampiri site plan lokasi pekerjaan. Sedangkan bagian dari safeguard lingkungan telah diawali dengan penyiapan dokumen SPPL (Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup) yang dibuat sesuai dengan jenis kegiatan di masing-masing Kelurahan dan diajukan ke Dinas LH untuk mendapatkan nomor register. Dokumen SPPL ini penting sebagai fungsi kendali pengelolaan lingkungan dan dampak sosial. Maka berbagai upaya yang telah dilakukan oleh KSM/pelaksana kegiatan sebagai tindak lanjut dokumen SPPL adalah dimulai dari penerapan Keamanan dan Keselamatan Kerja (K3), pemasangan spanduk/baliho sosialisasi K3 di beberapa lokasi strategis, seluruh pekerja dilindungi melalui asuransi dengan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) maupun Jaminan Kematian (JKK) selama berkerja, seluruh pekerja dilengkapi dengan Alat Pelindung Diri (APD), memasang rambu peringatan di lokasi pekerjaan, segera melakukan pengangkutan bekas galian dan bongkaran, melakukan penyiraman di lokasi pekerjaan untuk mengurangi pencemaran udara akibat debu, memastikan penggalian dan penimbunan pipa untuk limbah sesuai standar minimal, mengatur penggunaan mesin yang menyebabkan bising dan upaya lainnya sesuai dengan upaya pengelolan dan upaya pemantauan dampak dalam dokumen SPPL. Disamping itu, karena masih dalam masa pandemi Covid-19, maka dalam ketentuan protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19, sehingga setiap pekerja diwajibkan menggunakan masker, pengukuran suhu badan pekerja dengan thermogun, menyediakan hand sanitizer, tempat cuci menggunakan sabun, memasang spanduk upaya pencegahan penularan Covid-19 dan menerapkan prokes 5M di lokasi pekerjaan.

 



            Namun pertanyaan besarnya apakah semua upaya ini telah berjalan baik di lokasi CFW dan DFAT di Kota Mataram? Siapakah yang sesungguhnya bertanggung jawab untuk menjalankan dan memastikannya? Dari peninjauan di lokasi kegiatan yang dilakukan oleh Askot Safeguard Tim Kotaku Mataram, untuk awal dimulainya pekerjaan kepatuhan untuk menjalankan K3, prokes 5M dan tindak lanjut pengamanan dampak sudah cukup baik, walaupun di beberapa titik lokasi masih perlu diberikan sosialisasi dan penyadaran penuh kepada pelaku kegatan di tingkat BKM, KSM maupun pekerja untuk bisa tetap mematuhi arahan dan anjuran yang diberikan oleh pendamping di lapangan maupun Askot Safeguard. Kendornya fungsi kendali untuk menjalankan K3, prokes 5M dan tindak lanjut pengamanan dampak di lapangan dapat menyebabkan KSM dan/atau pekerja tidak mematuhi ketentuan dan arahan yang diberikan. Upaya meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja harus dengan menjamin seluruh pekerja menggunakan APD dan melaksanakan langkah langkah yang diperlukan dalam K3, termasuk memastikan penerapan prokes 5M yang tentunya menjadi tanggung jawab bersama, mulai dari KSM sebagai pelaksana kegiatan, BKM yang mengawasi, fasilitator pendamping dan Askot Safeguard yang memiliki tugas dan fungsi utama untuk memastikan dan terlaksananya hal tersebut. Dengan adanya kesadaran bersama akan pentingnya menjalankan K3, prokes 5M dan tindak lanjut pengamanan dampak di lokasi pekerjaan, maka akan berdampak pada lancarnya proses pekerjaan, meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja, mengurangi potensi penyebaran Covid-19, dan terbentuk upaya optimal dalam rangka pengamanan dampak lingkungan maupun dampak sosial yang mungkin terjadi selama pelaksanaan pekerjaan. Semoga ini dapat menjadi perhatian kita bersama.

 


 


 

 

 

 

 

Penulis             : Rizal Nopiadi

Posisi/Jabatan  : Askot Safeguard

Tim                  : Cluster-1 Tim Korkot Mataram


Tidak ada komentar:

Posting Komentar