Mengutip dari Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Safeguard Program
Kotaku yang menyatakan bahwa potensi dampak lingkungan dan sosial kemungkinan
terjadi dari penyelenggaraan pembangunan fisik infrastruktur tersier di kawasan
kumuh, infrastruktur primer dan sekunder serta pembangunan infrastruktur
pengembangan kawasan. Dilihat dari skala kegiatan, maka dampak yang mungkin
ditimbulkan relatif kecil sampai sedang, bersifat lokal, dengan waktu relatif
singkat dan tidak signifikan, dapat diperbaiki, atau belum pernah terjadi
sebelumnya. Sebagian besar dampak yang ditimbulkan dapat diatasi dengan
perencanaan teknik dan pelaksanaan manajemen konstruksi yang baik, akan tetapi
beberapa kegiatan akan memerlukan Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Dampak Sosial.
Maka dari itu upaya pengamanan dampak menjadi sebuah keniscayaan, namun apakah
kita sudah mengaplikasikannya dalam setiap kegiatan pembangunan infrastruktur?
Hal ini menjadi sebuah pertanyaan sejauh mana pelaku kegiatan telah
melaksanakan petunjuk pelaksanaan safeguard dalam rangka pengamanan dampak
tersebut.
Mengamati upaya
pengamanan dampak yang telah dilaksanakan dalam kegiatan skala lingkungan
kegiatan padat karya Cash For Work (CFW)
maupun kegiatan DFAT yang dilaksanakan di Kota Mataram Provinsi NTB, secara
umum telah menjalankan safeguard sosial dan safeguard lingkungan dengan baik. Bagian
dari safeguard sosial berupa dokumen legalitas lahan bagi kegiatan yang
menggunakan lahan warga telah dilengkapi berupa surat izin pakai beserta
lampirannya. Masa izin pakai penggunaan lahan untuk pembangunan infrastruktur
untuk keperluan umum selama minimal 15 tahun diberikan oleh pemilik lahan,
diketahui oleh ahli waris dan para saksi disampaikan kepada Lurah dengan
lampiran foto kopi pihak-pihak dan lampiran bukti kepemilikan tanah yang sah. Begitu juga penggunaan lahan milik pemerintah/lahan eksisting dengan membuat surat keterangan milik umum dengan dilampiri site plan lokasi pekerjaan. Sedangkan
bagian dari safeguard lingkungan telah diawali dengan penyiapan dokumen SPPL
(Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup) yang
dibuat sesuai dengan jenis kegiatan di masing-masing Kelurahan dan diajukan ke
Dinas LH untuk mendapatkan nomor register. Dokumen SPPL ini penting sebagai
fungsi kendali pengelolaan lingkungan dan dampak sosial. Maka berbagai upaya
yang telah dilakukan oleh KSM/pelaksana kegiatan sebagai tindak lanjut dokumen
SPPL adalah dimulai dari penerapan Keamanan dan Keselamatan Kerja (K3), pemasangan
spanduk/baliho sosialisasi K3 di beberapa lokasi strategis, seluruh pekerja
dilindungi melalui asuransi dengan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) maupun
Jaminan Kematian (JKK) selama berkerja, seluruh pekerja dilengkapi dengan Alat
Pelindung Diri (APD), memasang rambu peringatan di lokasi pekerjaan, segera
melakukan pengangkutan bekas galian dan bongkaran, melakukan penyiraman di
lokasi pekerjaan untuk mengurangi pencemaran udara akibat debu, memastikan
penggalian dan penimbunan pipa untuk limbah sesuai standar minimal, mengatur
penggunaan mesin yang menyebabkan bising dan upaya lainnya sesuai dengan upaya
pengelolan dan upaya pemantauan dampak dalam dokumen SPPL. Disamping itu,
karena masih dalam masa pandemi Covid-19, maka dalam ketentuan protokol kesehatan
pencegahan penularan Covid-19, sehingga setiap pekerja diwajibkan menggunakan
masker, pengukuran suhu badan pekerja dengan thermogun, menyediakan hand
sanitizer, tempat cuci menggunakan sabun, memasang spanduk upaya pencegahan penularan
Covid-19 dan menerapkan prokes 5M di lokasi pekerjaan.
Namun pertanyaan
besarnya apakah semua upaya ini telah berjalan baik di lokasi CFW dan DFAT di
Kota Mataram? Siapakah yang sesungguhnya bertanggung jawab untuk menjalankan
dan memastikannya? Dari peninjauan di lokasi kegiatan yang dilakukan oleh Askot
Safeguard Tim Kotaku Mataram, untuk awal dimulainya pekerjaan kepatuhan untuk
menjalankan K3, prokes 5M dan tindak lanjut pengamanan dampak sudah cukup baik,
walaupun di beberapa titik lokasi masih perlu diberikan sosialisasi dan
penyadaran penuh kepada pelaku kegatan di tingkat BKM, KSM maupun pekerja untuk
bisa tetap mematuhi arahan dan anjuran yang diberikan oleh pendamping di
lapangan maupun Askot Safeguard. Kendornya fungsi kendali untuk menjalankan K3,
prokes 5M dan tindak lanjut pengamanan dampak di lapangan dapat menyebabkan KSM
dan/atau pekerja tidak mematuhi ketentuan dan arahan yang diberikan. Upaya meminimalisir
terjadinya kecelakaan kerja harus dengan menjamin seluruh pekerja menggunakan
APD dan melaksanakan langkah langkah yang diperlukan dalam K3, termasuk
memastikan penerapan prokes 5M yang tentunya menjadi tanggung jawab bersama,
mulai dari KSM sebagai pelaksana kegiatan, BKM yang mengawasi, fasilitator
pendamping dan Askot Safeguard yang memiliki tugas dan fungsi utama untuk
memastikan dan terlaksananya hal tersebut. Dengan adanya kesadaran bersama akan
pentingnya menjalankan K3, prokes 5M dan tindak lanjut pengamanan dampak di
lokasi pekerjaan, maka akan berdampak pada lancarnya proses pekerjaan,
meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja, mengurangi potensi penyebaran
Covid-19, dan terbentuk upaya optimal dalam rangka pengamanan dampak lingkungan maupun dampak sosial yang
mungkin terjadi selama pelaksanaan pekerjaan. Semoga ini dapat menjadi
perhatian kita bersama.
Penulis : Rizal
Nopiadi
Posisi/Jabatan : Askot
Safeguard
Tim :
Cluster-1 Tim Korkot Mataram
Tidak ada komentar:
Posting Komentar